Pusaka yang Hilang
Pencuri Siang, Pencuri Malam
Sebuah karya Tacchan King
Cerita ini fiksi belaka.
SELAMAT MEMBACA!
Ini dia.. Sasaranku berikutnya. Kuperhatikan dirinya dari jauh. Dia lelaki, usia kira-kira 20 tahunan, tinggi, rambutnya hitam, pakaiannya rapi, dan membawa senjata. Kelihatannya dia orang yang cukup berbahaya. Yah, semakin tinggi risikonya, imbalannya semakin besar, kan?
Aku memasuki kerumunan orang, mengincar sasaranku. Pelan-pelan aku mendekatinya. Semakin dekat.. Semakin dekat.. Aku melakukan trik lama—menabraknya. Dapat! Aku berhasil mendapatkan dompetnya! Aku pun pura-pura terjatuh. "Ma-maaf.." Aku mengeluarkan suara yang paling lembut dan membuat diriku terlihat lemah.
"Ah.. Maafkan saya! Nona tidak apa-apa?" Dia menarikku bangkit. Kalau dilihat dari depan, ternyata dia ganteng juga ya...
"Terima kasih.." Aku menyambut tangannya.
"Anda tidak terluka?" Ia bertanya. Aku menggeleng. "Kalau begitu, saya duluan." Dia pun melenggang pergi.
Hmm.. Wajah=9, Sikap=10, Otak=0! Gentleman sih gentleman, tapi masa dia tidak sadar sih kalau dompetnya kuambil? Dasar bodoh! Yah, walaupun begitu, aku harus cepat kabur dari sini. Aku tidak mau dia sadar dan mengejarku.
˜ õ ™
Sementara itu...
"Pak, saya ingin beli ini." Aku berkata pada penjaga toko tempatku membeli roti. Aku merogoh saku belakangku. Lho? Aku mencoba mencari di kantung celanaku yang lainnya. Tidak ada! Dompetku tidak ada! "Ma, maaf, Pak, saya tidak jadi beli." Aku meminta maaf padanya dan segera pergi dari toko itu. Samar-samar kudengar penjaga toko itu bersungut-sungut di belakangku.
Karena bingung, aku jadi berjalan-jalan tanpa arah. Setelah sampai di tepi jembatan di pinggir kota, aku merenung sambil memikirkan kegiatanku sampai siang tadi.
Kenapa dompetku bisa hilang?! Ah, mungkin aku menaruhnya di tasku. Aku pun mencarinya. Tidak ada juga! Aduh, kalau dompetku tidak ada.. Tunggu, kuingat-ingat dulu.. Tapi, itu tidak mungkin, masa.. Gadis itu?! Padahal tampangnya tidak seperti bisa menyakiti semut sekalipun.. Sial, aku benar-benar tertipu! Aku harus mencari gadis itu! Tetapi, di mana? Jangan-jangan, dia malah sudah pergi dari kota ini.. Sial!
Tidak ada gunanya juga kalau aku terus termangu di sini. Aku harus segera mencari pekerjaan agar aku bisa mendapat uang dan melanjutkan perjalananku.
Aku sedang sangat kebingungan. Dompetku dicuri seorang gadis yang tadi menabrakku. Padahal, semua uangku ada di sana. Aku harus segera mendapatkan uang. Kalau tidak, pencuri pusaka itu bisa pergi jauh..! Bagaimanapun juga, aku harus mengejar pencuri pusaka itu, demi kehormatanku sebagai Pangeran Aquafortia!
Aku adalah Lyonel Blanco Scarlet Aquafortia, Pangeran Kerajaan Aquafortia. Saat ini aku sedang menyamar. Orang-orang di sini tidak boleh tahu kalau aku adalah Pangeran Aquafortia, karena negara yang sedang kusinggahi ini—Kekaisaran Arks—adalah musuh negeriku saat ini.
Mengapa aku harus sampai pergi ke negara musuhku? Aku akan menceritakan kejadian yang terjadi bulan lalu.
˜ õ ™
Sebulan yang lalu...
Saat itu malam hari. Tak seperti biasanya, aku merasa sulit memejamkan mata. Sejak siang hari pun aku terus merasakan perasaan yang tidak enak. Aku merasa kalau sesuatu yang sangat hebat akan terjadi, tetapi aku tidak tahu apa. Aku menyesal sekali, siang tadi aku tidak bertanya pada Nick.
Aku memandangi langit-langit kamarku, mencoba mencari-cari sesuatu di sana. Tidak ada apa-apa, tentu saja. Aku bangkit dari tidurku. Kuperhatikan jam di atas tempat tidurku. sudah tengah malam, ya? Kecuali para penjaga, pasti semua orang di istana ini sudah tidur.
Merasa kalau tidak ada hal yang dapat kulakukan di sini, aku memutuskan keluar dari kamarku dan berjalan-jalan ke luar. Aku membuka dan menutup pintu kamarku perlahan-lahan, kucoba untuk tidak menimbulkan suara agar tidak membangunkan orang-orang. Ketika sampai di koridor, aku merasakan keberadaan seseorang di belakangku. Si-siapa dia? Setelah mengumpulkan keberanianku, aku menengok ke belakang. "Lho? Pangeran Lyonel? Apa yang sedang Anda lakukan tengah malam begini?" Ternyata, orang yang ada di belakangku adalah salah seorang penjaga malam.
"Ti-tidak apa-apa. Aku tidak bisa tidur." Aku mencoba menjawabnya dengan tenang. "Aku ingin jalan-jalan sebentar."
Dia manggut-manggut. "Oh, begitu. Tetapi sebaiknya Anda hati-hati, Pangeran. Istana di malam hari.." Dia membisikiku, "..penuh dengan hal yang tak bisa dijelaskan akal." setelah melakukannya, dia tersenyum.
Hah? Apa pula maksudnya? Mungkin dia cuma bercanda. "Te, terima kasih atas peringatanmu. Silakan lanjutkan pekerjaanmu." Aku berkata padanya, setengah mengusirnya.
Dia hanya tersenyum. "Terima kasih, Pangeran. Semoga perjalanan Anda menyenangkan." Dia membungkuk padaku dan melangkah pergi. Apa ini hanya perasaanku saja, atau kaki penjaga itu memang tidak menyentuh tanah, ya? Bulu kudukku jadi berdiri. Lebih baik aku tidak memikirkan hal aneh, deh..
Istana di malam hari.. Selama 19 tahun hidupku, rasanya baru kali ini aku menjelajahinya sejauh ini. Padahal sejak lahir aku tinggal di sini, tetapi tempat ini benar-benar terasa seperti dunia lain. Lampu-lampu menyala cukup terang, hanya saja, suasananya sunyi senyap.
Istana peninggalan kakekku ini memang besar.. Aku bahkan belum memasuki setiap ruangannya. Kalau aku benar-benar melakukannya, kira-kira apa yang akan kutemukan? Harta berharga? Ruang penyiksaan? Onggokan tengkorak? Kubiarkan fantasiku menari liar. Memikirkan semua itu, aku merasa berdebar-debar. Seperti sebuah petualangan saja.. Ah, harusnya aku mengajak adikku, Cain dan sahabatku, Nick juga kalau begitu.. Pasti menyenangkan..
Aku terus berjalan sambil mengagumi isi istana ini. Tanpa sadar, aku pun sampai di pintu yang menghubungkan bagian dalam istana dengan taman istana.
Aku memutar kenop pintu itu dan membukanya, tanpa sadar akan apa yang ada di baliknya, yang akan mengubah hidupku… Selamanya…
Setelah aku membuka pintu yang memisahkan bagian dalam istana dan taman, aku merasakan semilir angin malam yang dingin. Aku melangkahkan kakiku ke taman. Malam ini, kalau boleh kukatakan, sama sekali tidak gelap. Kuperhatikan langit. Bintang-bintang bersinar, bulan pun tidak menyembunyikan dirinya. Bulan yang aneh.. Baru pertama kali aku melihat bulan seperti itu. Bulan berwarna merah pekat, seperti darah.. Indah, tetapi juga sedikit menakutkan.
Aku terus melangkah, sampai akhirnya aku sampai di pohon raksasa. Dulu, aku, Nick dan Fil sering bermain di bawah pohon ini. Kira-kira, bagaimana kabar Fil, ya.. Sudah 10 tahun aku tidak bertemu dengannya, gadis yang dulu kusukai. Tidak, sampai sekarang pun aku masih memikirkannya..
Waktu kecil, aku sering sakit-sakitan. Fil adalah anak dokter yang merawatku. Dia setahun lebih muda dariku. Pribadinya yang tak mau kalah dan selalu ceria membuatku menyukainya.
Aku tidak tahu apa yang terjadi padanya sekarang. 9 tahun yang lalu, Dokter Lawrence—ayah Fil, berhenti merawatku setelah bekerja selama 2 tahun. Sejak saat itu, aku tidak pernah melihat Fil lagi. Informasi tentangnya pun sama sekali tidak dapat kutemukan.
Kalau Nick sih—nama lengkapnya Nikolai Priszard—memang sahabatku sejak kecil. Dia adalah anak Bartholomeuz Priszard, Gubernur Angke yang juga sahabat ayah dan ibuku. Kami sering melakukan, yah, 'kegilaan' bersama. Dia memang orang yang supel dan gokil. Pokoknya, setiap orang pasti senang berada di dekatnya. Selain itu, dia memiliki kemampuan yang tidak biasa. Firasatnya sangat kuat. Kadang-kadang malah dia bisa melihat sesuatu yang tidak dapat dilihat manusia biasa. Yah, dia tidak terlalu ambil pusing dengan kemampuannya itu, sih.
Ah, mengapa aku jadi membelenggu diriku dengan masa lalu.. Lebih baik aku melanjutkan petualangan kecilku ini.
Akhirnya aku sampai di sebuah tempat yang tak pernah kulihat selama bertahun-tahun: tempat penyimpanan pusaka Aquafortia, Tongkat Naga Raja Langit. Dari dulu, aku juga selalu bertanya-tanya mengapa pusaka sepenting itu ditaruh di taman istana tanpa ada yang menjaganya. Kemudian aku mengingat kata-kata ayahku ketika aku masih berumur 10 tahun.
“Tongkat itu ada penjaganya, ayah juga tidak tahu seperti apa. Yang pasti, orang yang tidak punya kekuatan Elemente seperti ayah tidak akan bisa menyentuhnya..” Begitu kata ayahku.
Ayahku tidak berasal dari keluarga kerajaan. Ayahku dulunya adalah ksatria. Beliau menikah dengan ibuku yang seorang putri raja, kemudian beliau pun menjadi raja.
Dulu, ayahku adalah orang yang dibenci di Kerajaan ini. Banyak orang yang mengatakan, seharusnya ia tidak menjadi raja. Dulu, ibuku memang mempunyai seorang adik laki-laki. Akan tetapi, sebelum dinobatkan menjadi raja, paman yang wajahnya tidak pernah kulihat, kecuali dalam lukisan itu malah menghilang. Akhirnya, ayahkulah yang menjadi raja.
Ayahku memang berasal dari kalangan biasa. Apalagi, ayahku tidak memiliki kekuatan Elemente. Sejak zaman dahulu, keluarga Kerajaan Aquafortia mewarisi darah Elemaster yang kuat. Adikku menguasai 3 Elemente: Sapphire, Topaz, dan Emerald, sementara aku menguasai satu yaitu Jade, elemen penyembuhan.
Pada awal pemerintahannya, ayahku sering sekali mendapat kritik dari kalangan bangsawan. Mereka menganggap ayahku yang hanya rakyat biasa tidak pantas memerintah mereka. Namun, tangan dingin ayahku dalam memerintah membungkam mulut mereka. Dalam pimpinan ayahku, Kerajaan Aquafortia menjadi lebih makmur daripada sebelumnya. Para bangsawan itu jadi tidak bisa lagi mengkritik ayahku. Ayahku memang hebat. Aku kagum sekali padanya. Meskipun beliau agak dingin dan pendiam, dia adalah ayah yang baik.
Kalau ibuku, dia adalah ibu yang unik. Beliau selalu memberiku kebebasan untuk melakukan hal-hal yang ingin kulakukan. Walau beliau suka melakukan hal aneh, seperti tidur tidak pada tempatnya, atau membaca buku secara terbalik, aku tetap menyayanginya.
Adikku.. Dia lahir ketika aku berusia 5 tahun. Dia anak laki-laki yang sangat manis dan mempunyai rambut yang sama dengan ayahku, berwarna biru muda. Tetapi matanya hijau seperti ibuku. Kalau aku berambut hitam dan bermata hijau seperti ibuku.
Karena parasnya yang mirip ayahku, adikku, Caindine, sering dijauhi ketika dia masih kecil. Namun, karena kepribadiannya yang menarik, orang-orang yang membencinya itu malah berbalik menyayanginya. Sekarang, dia sangat disayangi semua orang di negeriku. Itu membuatku agak iri kepadanya.
Saat aku masih asyik memikirkan semua itu, tiba-tiba, sebuah suara mengagetkanku. "Wah, wah, siapa ini. Kudengar penjaga pusaka itu monster yang mengerikan. Ternyata seorang pemuda tampan, toh!"
Siapa itu?! Aku mencoba mencari arah suara itu. Dari atas! Aku melihat seseorang, seorang wanita lebih tepatnya. Kelihatannya dia masih sangat muda. Dia memakai gaun hitam panjang berleher tinggi. Dia juga memakai sarung tangan renda hitam panjang yang menutupi seluruh tangannya. Selain itu, dia juga memakai sepatu hak tinggi, lagi-lagi berwarna hitam. Rambutnya hitam dan panjang. Matanya.. Berwarna merah menyala. Yang paling menakjubkan, dia melayang-layang di udara!
"Si-siapa kau?! Hantu?!" Aku berteriak padanya. Aku sedikit mundur dari tempatku berdiri.
Dia tertawa pelan sambil menutupi mulutnya. Dia lalu menjawabku, "Aih, aih, tidak sopan. Masa aku dibilang hantu, sih. Bukankah sebaiknya memberi tahu nama sendiri sebelum menanyakan nama orang? Itu sopan santun, kan?" Dia pun tersenyum.
"A-apa-apaan.." Aku mencoba membantahnya, tetapi aku merasa perkataannya itu benar.
Dia tetap tersenyum. "Yah, karena kamu manis, akan kuberi tahu: kita akan bertemu lagi nanti, jadi aku tidak akan memberi tahu namaku sekarang. Aku.. Ingin meminjam Pusaka itu!" Katanya sambil menunjuk Tongkat Naga Raja Langit yang berada tepat di bawahnya.
"Apa?!" Aku sangat kaget mendengar perkataannya. Dia mau mencuri pusaka Kerajaan Aquafortia?! Apa dia sudah gila?!
Dia hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. "Kau ini tuli, atau bodoh? Apa aku perlu mengulangi perkataanku? A-ku a-kan me-min-jam pu-sa-ka i-tu!"
Apa-apaan wanita ini! Sudah jelas dia ini penjahat yang tidak tahu sopan santun. Ini tidak bisa dibiarkan! "Me, memangnya aku akan membiarkanmu melakukannya?! Turun kau ke sini!" Aku berlari ke arah pusaka itu, mencoba melindunginya.
"Dengan senang hati." Katanya. Dia pun mengucapkan kata-kata yang tak bisa kumengerti, lalu turun ke tanah dengan anggun. Dia menatapku tajam. "Ah, dari tampangmu, kau tidak bisa melakukan Elemente untuk penyerangan, kan? Lalu, apa yang bisa kau lakukan?" Dia tersenyum lagi.
Di-dia tahu kalau aku tidak bisa menggunakan Elemente penyerangan? O, orang ini.. Dia bukan orang sembarangan! Aku melihat sekelilingku. Kebetulan, di tanah di dekat tempatku berdiri ada dua batang kayu. Aku segera berlari mengambilnya dan kembali ke posisiku. Gaya bertarung yang sejak dulu kupelajari memang menggunakan dua buah pedang. "Memangnya kenapa kalau aku tidak bisa menyerang dengan Elemente, hah?"
Dia tertawa, kali ini cukup keras. "Karena aku BISA melakukannya." Dia merapal mantra, 'Petir yang berada di angkasa, bantulah aku, hancurkan musuhku! THUNDER BLADE!'
Dalam sekejap, langit yang tadi terang terlihat mendung. Dari awan mendung di langit tadi, muncul petir yang siap menyambarku.
Aku pun tidak mau kalah, turut merapal mantra: 'Perisai abadi, berikan kami perlindungan sucimu! SANCTUARY!' Petir-petir Elementenya pun menyambarku, tetapi, karena aku sudah menggunakan mantraku, aku tidak merasakan apa-apa.
Wajahnya mulai terlihat serius. "Ternyata kau bisa melakukan sesuatu juga, ya! Tapi coba yang satu ini!" Dia merapal mantra lagi: 'Api dari kedalaman Ruby.. Bangkitlah dan bakar ia yang menghalangi jalanku! WALL OF FLAMES!'
Sesaat setelah ia melakukannya, dinding api menyelubungiku, semakin lama semakin mendekatiku. Gawat, perlindungan Sanctuary-ku sudah habis! Aku tak punya waktu untuk merapal mantra lagi! Apa ini akan menjadi akhirku..
'Dari kedalaman Sapphire.. Aku memanggilmu, Pedang Air! THOUSAND LANCER!' Ribuan pedang air jatuh dari angkasa, membasahiku dan memadamkan api itu.
Ti-tidak mungkin.. Mantra itu kan.. Seperti yang pernah dilakukan Cain! Apa dia ada di sekitar sini?
Wajah wanita itu sekarang benar-benar terlihat serius. "Ada pengganggu, rupanya. Penjaga pusaka yang sebenarnya.."
Penjaga pusaka yang sebenarnya? Aku menengok ke belakang, tempat pusaka itu berada. Mulanya memang tidak terlihat apa-apa, tetapi, akhirnya aku bisa melihatnya.
Penjaga pusaka itu adalah manusia naga-kurasa itu deskripsi yang paling tepat. Ia bertubuh tegap seperti manusia, tetapi tubuhnya bersisik seperti kadal. Wajahnya seperti naga dan moncongnya besar sekali. Ia mengenakan baju zirah berwarna perak yang berkilauan ditimpa cahaya bulan.
Manusia naga itu mendekatiku. Tak kuduga, dia berlutut hormat padaku. "Yang Mulia Pangeran Lyonel Blanco Scarlet Aquafortia, cucu dari Zephiros Jarey Meridian Aquafortia, Raja Aquafortia ke-16. Hamba adalah Lucadrio. Hamba akan melindungi Tuan dengan segenap kekuatan hamba."
Aku benar-benar terkejut. Pusaka Aquafortia benar-benar mempunyai penjaga, seorang manusia naga pula? Dan sekarang ia memanggilku tuan dan bilang akan melindungiku?
Tak kusangka, saat Lucadrio berbicara seperti itu, wanita itu mengeluarkan petirnya lagi. Kali ini, ia mengincar Lucadrio.
"A-awas!" Aku memperingatkannya. Terlambat. Petir menyambar bagian depan baju zirah Lucadrio dan menyebabkan luka di tubuhnya.
Lucadrio menoleh ke arah wanita itu. Ia berkata, "Tak kusangka, seorang manusia bisa melukaiku."
Wanita itu menjawab, "Tentu saja. Aku sudah berlatih selama 500 tahun."
Lucadrio terlihat terkejut. "500 tahun.. Jangan-jangan, kau.. Penyihir Legendaris!"
"Wah, aku cukup terkenal juga, ya. Aku jadi tidak enak." Kata wanita itu.
Lucadrio terlihat marah. Ia berkata padaku. "Tuan.. Dia terlalu kuat, bahkan untuk hamba.. Hamba akan merapal mantra perlindungan!" 'Naikkan Perisai, Pelindung Beku! FROST BARRIER!' Pelindung yang tampak seperti lapisan es tebal pun menyelimuti kami. "Tuan.. Saat pengaruh Frost Barrier ini habis, larilah dan mintalah pertolongan.."
Aku masih belum mengerti semua ini. Penjaga pusaka.. Wanita penyihir yang sudah berlatih selama 500 tahun.. Semua itu hal yang tidak rasional, kan? Aku sama sekali tidak mengerti!
"Tuan?!" Lucadrio memanggilku.
Aku tersadar kembali. Aku mencoba tenang. "Ta, tapi, pagi buta begini, mana ada orang yang bisa dimintai bantuan? Lagipula, apa mereka benar-benar bisa membantumu? Kau saja, yang bisa merapal mantra sehebat tadi berkata ia musuh yang terlalu kuat untukmu! Kalau aku pergi dari sini, apa yang akan terjadi padamu dan Tongkat Naga Raja Langit?!"
Dia menghela napas. "Anda benar, Tuan. Sayang sekali anda tidak menguasai Elemente untuk menyerang seperti Yang Mulia Zephiros.."
Mendengarnya mengatakan itu, aku merasa tertohok. Aku memang hanya menguasai Jade Elemente, yang digunakan untuk penyembuhan dan bantuan. Aku sama sekali tidak bisa bertarung dengan Elemente. Aku jadi merasa tidak berguna..
Tunggu dulu! Meskipun tidak bisa menggunakan Elemente, aku bisa menggunakan pedang! Aku juga bisa bertarung!
Aku pun mencoba meminta hal yang tidak mungkin pada Lucadrio. "Lu-lucadrio. Bisakah kau memberiku dua bilah pedang?"
Dia tampak kaget mendengar perkataanku. "Pedang? Kalau dari Materia.. Hamba rasa bisa.."
Api harapan kembali menyala di hatiku. "Itu juga tidak apa-apa! Aku akan menyerang wanita itu dengan pedang!"
"Tu.. Tuan! Itu sangat berbahaya!" Katanya mencegahku.
"Kau tidak mempercayaiku, cucu Zephiros ke-XVI?" Aku bersikeras.
Dia berlutut. "Tidak. Saya percaya pada Tuan. Karena Tuan adalah keturunan Yang Mulia Zephiros.. Mungkin Tuan bisa melakukannya."
"Terima kasih, Lucadrio. Aku memang belum lama mengenalmu, tetapi aku merasa sudah lama dekat denganmu. Maukah kau mendengar perintahku?" Dengan sopan aku meminta padanya.
Lucadrio, sambil tetap berlutut, menjawabku. "Apapun perintah Tuan. Hamba memang diciptakan untuk melayani keturunan Aquafortia."
"Kalau kulihat dari mantra-mantramu tadi, kau menguasai Sapphire Elemente, ya? Sedangkan wanita itu sepertinya menguasai Emerald dan Ruby.." Aku mengemukakan pendapatku.
"Sesuai kata Tuan. Tetapi, soal Penyihir itu, Hamba kurang tahu.."
"Apakah dalam Sapphire Elemente ada mantra untuk membuat musuh menjadi beku?"
"Apakah dalam Sapphire Elemente ada mantra untuk membuat musuh menjadi beku?"
"Ada, Tuan. Tetapi itu adalah mantra tingkat tinggi, hamba akan membutuhkan waktu lama untuk merapalnya.."
"Itu juga tidak apa-apa! Aku akan menarik perhatian wanita itu. Sementara itu, kau rapallah mantranya. Saat dia sudah menjadi beku, aku akan menebasnya!" Aku memberi tahu rencanaku padanya.
"Rencana yang sangat hebat, Tuan! Seperti yang bisa diharapkan dari seorang keturunan Aquafortia. Kecerdasan Tuan mengingatkan saya pada Yang Mulia Meidyrea ke-XII. Meskipun beliau tidak menguasai Elemente penyerangan, beliau itu panjang akalnya. Sama seperti Tuan!"
Aku tersenyum padanya. Ayahku saja jarang memujiku, tetapi dia, yang baru mengenalku, malah.. Ah, sudahlah. "Terima kasih atas pujianmu, Lucadrio. Tetapi, aku tidak suka dibanding-bandingkan dengan orang lain begitu. Aku, sebagai keturunan Aquafortia, akan mengukir sejarahku sendiri.."
Dia terlihat agak ketakutan. "Ma, maafkan hamba, Tuan! Hamba tidak bermaksud.."
"Tidak apa-apa." Aku mengamati Pelindung yang dibuatnya. Sepertinya esnya makin menipis.. "Mari kita bekerja sama, Lucadrio." Aku meraih tangannya, menjabatnya.
Kali ini, dia tampak terharu. "Tuan.. Hamba pasti tidak akan menyia-nyiakan kepercayaan Tuan!" Dia lalu berkonsentrasi, berusaha menciptakan Materia berbentuk pedang untukku. "Ini dia, Tuan.. Pedang Es dari Materia." Dia menyerahkannya padaku.
Saat aku menerimanya, aku merasakan tanganku membeku. Es sungguhan! Tetapi, aku harus menahan rasa dingin ini. Demi mengalahkan wanita itu..
Akhirnya, pelindung buatan Lucadrio menghilang. "Siap?" Aku bertanya padanya. Ia mengangguk. "Ayo kita lakukan!"
Wanita itu terlihat lagi. "Kalian lama sekali. Kuberi tahu saja ya, rencana apapun yang kalian susun, hasilnya akan sama saja: aku akan memiliki Pusaka itu.." Katanya dengan sombong.
"Tidak akan tahu kalau tidak dicoba, kan!" Aku menerjangnya. Dia menghindariku. Dia merapal mantra. Beberapa bola api muncul dan menyerangku. Aku menghindarinya. Sementara, di belakangku Lucadrio terus merapal mantra.
"Kau hebat juga, Nak!" Wanita itu berkata padaku.
"Kau juga.. Nek!" Balasku. Kudengar, biasanya wanita tidak suka kalau dibilang tua. Tetapi, dia sama sekali tak terprovokasi.
Atau ya?
'Kekuatan tak terbatas dari luar angkasa.. Datanglah kemari dan hancurkan musuhku! METEOR FALL!'
Gila.. Apa itu?! Batu-batu membara muncul di atasku.
Batu-batu membara itu berjatuhan ke taman istana, mengeluarkan suara berdesing setiap jatuhnya. Kuperhatikan batu pertama yang jatuh di dekatku. Tanah di tempat batu itu jatuh jadi terbakar!
"Bagaimana dengan itu, Pangeran tampan?" Wanita itu memanggilku.
Gawat. Batu-batu itu benar-benar berbahaya. Aku harus menghindarinya dengan cara apapun!
Aku berlarian ke sana kemari, berusaha menghindari batu-batu itu, sambil berusaha mencari celah untuk menyerang wanita itu. Wanita itu.. Dari tadi dia tidak bergeser sedikit pun dari tempatnya berdiri! Dia memang kuat!
Karena terus memperhatikan wanita itu, aku tidak sadar kalau salah satu batu itu mengenai ujung rambutku. Rambutku terbakar! Aku mencoba memukul-mukulkannya ke tanah. Api yang membakar rambutku sedikit padam. Ukh, kupotong saja, deh! Toh, rambutku sepanjang mata kaki. Kalau dipotong sedikit kan tidak apa-apa. Aku menggunakan pedang pemberian Lucadrio, memotong rambutku sampai tinggal sepinggang.
"Ya ampun.. Sayang sekali, rambutmu yang indah itu.. Jadi gosong, deh." Wanita itu malah berkata begitu. Dia lalu tertawa terbahak-bahak.
Sambil memegangi rambut yang tadi kupotong, aku berkata padanya, "Gara-gara siapa, coba?!" Aku menengadah ke langit. Bagus, batu-batu membara itu sudah tidak ada lagi. "Bersiaplah kau!" Aku menerjang ke arahnya lagi.
"Tuan! Awas!" Lucadrio meneriakiku dari belakang. Persiapan mantranya sudah siap, rupanya.
Kuperhatikan wanita itu juga merapal mantra, tetapi terlambat. Lucadrio membuka moncongnya dan menyemburkan api biru ke arah wanita itu. Wanita itu tidak sempat menghindar. Dia membeku, terjebak dalam es. Bagus. Ini kesempatanku!
"Rasakan ini! CROSS SLASH!" Aku menebas patung es wanita itu. Dia terbelah menjadi tiga. Apa akhirnya aku berhasil mengalahkan wanita itu? Apa aku.. Membunuhnya?
Gawat. Sejak tadi aku tidak berpikir sampai ke sana. Aku hanya berpikir kalau ia penjahat yang harus dibasmi.. Ini.. Pertama kalinya aku membunuh orang.. Ukh..
"Kau tidak membunuhku, kok." Aku dikagetkan oleh sebuah suara. Wanita itu! Dia masih hidup!
"Ti-tidak mungkin!" Kudengar Lucadrio berteriak. Dia jatuh terduduk. Rupanya mantra tadi menghabiskan seluruh kekuatan Elementenya.
"Rupanya aku terlalu meremehkanmu ya. Kau ini cukup merepotkan." Katanya.
Aku mencoba menusuknya. Ia melompat ke belakang. Ia merapal mantra: 'Oh Rantai pengikat abadi.. Tangkap musuhku, segel gerakan mereka! BINDING FIELD!'
Rantai-rantai cahaya menyegel gerakanku. Aku terjatuh ke tanah.
Aku mencoba menusuknya. Ia melompat ke belakang. Ia merapal mantra: 'Oh Rantai pengikat abadi.. Tangkap musuhku, segel gerakan mereka! BINDING FIELD!'
Rantai-rantai cahaya menyegel gerakanku. Aku terjatuh ke tanah.
"Penjaga pusaka.. Akan sangat merepotkan kalau kau terus ada di dunia ini!" Wanita itu menghampiri Lucadrio yang sudah tak bisa bergerak. Dia menciptakan tombak hitam dari Materia. "Selamat tinggal." Katanya. Dia pun.. Menusuk menembus baju zirah Lucadrio.
"LUCADRIO!" Aku tidak percaya. Lucadrio.. Dikalahkan?! Apa yang akan terjadi padaku kalau begitu?!
"Tuan.. Larilah.. Hamba senang.. Bisa.. Mengenal Tuan.." Begitu kata-kata terakhirnya padaku.
Setelah mengucapkan kata-kata terakhirnya, Lucadrio menghilang ke dalam kehampaan, begitu pula pedang pemberian darinya. Habis sudah…
Wanita itu mendekati persemayaman Tongkat Naga Raja Langit, menariknya dari batu tempatnya tertancap. Cahaya menyilaukan menyelimutinya. Akhirnya, dia berhasil juga mencurinya. Seandainya saja aku tidak terikat begini… Sial!
Dia mendekatiku yang masih terikat. “Kembalikan Tongkat Naga Raja Langit!” Aku berteriak padanya.
“Kau sudah gila? Dengan usahaku untuk mendapatkannya…” Jawabnya. Tiba-tiba saja dia mengubah ekspresi wajahnya, kali ini, dia terlihat sangat menyeramkan. “Oh, ya. Kau tidak mau minta maaf padaku, Nak? Kalau kau mau minta maaf padaku atas sikap kurang ajarmu itu, aku tidak akan membunuhmu.” Katanya.
Aku menatapnya tajam. “Bunuh saja aku! Lebih baik aku mati daripada menanggung malu!” Sial! Belenggu ini tidak mau lepas! Aku terus menatapnya yang berdiri di depanku.
“Begitu kata-katamu? Padahal kau tidak berdaya begitu. Tidak menarik, ah.” Katanya meremehkanku. “Aku menunggumu di ‘Kekaisaran’… Jangan lama-lama, aku hanya akan berada di sana selama tiga bulan purnama. Pastikanlah kalau kita bertemu lagi nanti, kau bisa memberikan perlawanan yang lebih hebat daripada tadi.” Dia menggenggam Tongkat Naga Raja Langit dengan kedua tangannya, mengayunkannya, dan dalam sekejap dia berada kurang lebih satu meter di atasku.
“Brengsek! Aku pasti akan menangkapmu dan mengambil pusaka Kerajaanku kembali!” Aku berkata padanya.
“Coba saja kalau bisa.” Dia tersenyum padaku. Pengaruh Elementenya hilang, aku bisa menggerakkan tubuhku lagi. Namun, dia sudah berada jauh di atasku. Aku mencoba bangkit, yang ternyata sangat sulit kulakukan. Dia merapal mantera lagi. Kali ini, matanya dan mata naga dari Tongkat Naga Raja Langit bersinar terang. Suatu sinar menusuk dadaku dengan keras, dan…
Aku tidak ingat apa-apa lagi.
˜ õ ™
“Pangeran! Pangeran! Mengapa Anda tidur di sini? Apa yang terjadi?!” Terdengar suara seseorang memanggilku. Perlahan-lahan aku membuka mataku. Silau… Sudah pagi, ya? Aku mengalihkan pandanganku ke asal suara itu. Prajurit Kerajaan? Mengapa ada prajurit Kerajaan di sini?
Aku memegangi kepalaku yang masih pusing. Aku mecoba mengingat-ingat kejadian yang kualami tadi malam. Apakah itu mimpi? Aku mencoba mencari Tongkat Naga Raja Langit. Tidak ada! Tongkat itu tidak ada di sana! Tongkat itu benar-benar dicuri oleh si wanita Penyihir itu!
“Yang Mulia!” Prajurit itu mengguncang-guncangku. Dia terlihat sangat mengkhawatirkanku.
“Aku tidak apa-apa. Tetapi, Tongkat Naga Raja Langitnya… Ini semua salahku…” Aku menundukkan kepalaku.
“Apa maksud Yang Mulia? Dan apa yang terjadi dengan Tongkat Naga Raja Langit? Mengapa Tongkat itu tidak berada di persemayamannya?” Dia menanyaiku.
Aku tidak menjawab pertanyaannya. Aku menguatkan diri, aku bangkit. “Di mana Ayah dan Ibuku berada?” Aku menanyainya.
“Yang Mulia Raja dan Ratu sudah berada di ruang makan. Karena Yang Mulia Pangeran tidak berada di kamar tadi, hamba disuruh mencari Pangeran…” Jawabnya.
“Aku akan segera ke sana. Terima kasih atas pemberitahuanmu. Kembalilah ke posmu.” Kataku padanya. Dia menurutiku, membungkuk rendah, dan pergi meninggalkanku. Aku masih memakai baju tidur… Tetapi, sudah tidak ada waktu lagi! Kalau aku tidak cepat-cepat…! Aku tidak berpikir-pikir apa-apa lagi, aku berlari ke ruang makan.
Sesampainya di sana, Ibuku menyambutku. “Lyonel, mengapa kau lama sekali? Kami semua sudah menunggumu dari tadi. Dan mengapa kau masih memakai pakaian tidur?” Tanyanya. Ayahku yang duduk di kursi pusat hanya diam saja. Adikku yang juga ada di ruang makan menatapku dengan wajah cemberut. Mungkin dia sudah kelaparan.
“Maafkan saya, ayahanda, ibunda, tetapi… Tongkat Naga Raja Langit… Semuanya salah saya…” Kataku pada mereka sambil berlutut dan menundukkan kepalaku.
“Apa maksudmu, Lyonel?” Kata Ayahku.
Aku bercerita tentang wanita Penyihir yang kutemui semalam, dan keberhasilannya mencuri Pusaka Kerajaan Aquafortia. Mereka semua tampak terkejut. Beberapa pelayan yang menunggu di ruang makan pun mulai berbisik-bisik. Ayahku memarahi mereka, “Diam! Kalau kalian memiliki waktu untuk bergosip, lebih baik kalian bekerja sana!” Mereka pun langsung diam. “Kalian semua, pergilah dari sini!” Para pelayan itu pun membungkuk, kemudian meninggalkan kami sekeluarga.
Sambil tetap menunduk, aku menjawabnya, “Iya, Ayah. Saya tidak akan berbohong tentang hal penting seperti itu.”
Ibuku bangkit dari kursinya, mendekatiku dan mengangkat wajahku. “Bangunlah, Lyonel. Itu semua bukan salahmu.” Aku menurutinya.
“Tetapi itu semua salah saya, Bu! Jika saja saya lebih kuat… Saya pasti bisa mencegah pencuri itu! Dan Lucadrio tidak perlu sampai mengorbankan dirinya…!” Kataku padanya.
“Penjaga Pusaka…” Ibuku terlihat sedih. “Penjaga Pusaka Aquafortia, Lucadrio El Graciaz, meninggal?” Aku tidak tahu detilnya, tetapi sepertinya ibuku mengenal Lucadrio.
“Iya, Ibu. Itu semua gara-gara saya…”
Ayahku, tidak bergeming dari kursinya, berkata padaku. “Lalu, apa yang akan kau lakukan? Apa kau akan berdiam diri di sini? Sebagai keturunan Aquafortia, apa yang akan kau lakukan?”
Aku… Aku teringat pada janjiku pada wanita Penyihir itu tadi malam. “Saya… saya akan mengejarnya dan mengambil Pusaka tersebut kembali! Saya tahu ke mana dia lari. Saya tidak akan kembali sebelum saya berhasil mendapatkan Pusaka itu kembali!” Aku menjawabnya. “Saya bersumpah! Tolong izinkan saya pergi!”
Ibu dan adikku tampak terkejut. Ayahku menghela napas panjang. “Jika kau sudah bertekad begitu… Pergilah dari istana ini. Kejarlah pencuri itu. Jangan kembali sebelum kau mendapatkan Pusaka Kerajaan kita kembali.” Kata Ayahku. “Tetapi, ke mana sebenarnya kau akan pergi?”
“Pencuri itu bilang, dia akan pergi ke Kekaisaran…”
“Kekaisaran…” Kata Ibuku. “Apa petunjuknya itu tidak terlalu jelas?”
“Apa kakak benar-benar akan pergi? Kalau begitu, aku ikut!” Tiba-tiba saja, adikku yang sejak tadi diam menyahut.
“Jangan, Caindine! Semua ini akan sangat berbahaya, kau tidak boleh ikut denganku!” Kataku padanya.
“Kakakmu benar, Caindine. Kalau kau juga pergi, siapa yang akan menjaga Kerajaan ini?” Kata Ibuku padanya.
“Kembalilah ke kamarmu, Caindine.” Ayahku menambahkan.
Cain tak dapat menolaknya. “Baiklah, saya mengerti…” Dia terlihat lesu. Dia pun meninggalkan ruang makan.
Cain… Aku benar-benar minta maaf, aku tidak bisa mengajakmu pergi bersamaku. Ini semua tanggung jawabku, aku tidak bisa melibatkanmu dalam hal berbahaya seperti ini!
“Apa kau mengerti risikonya? Kekaisaran adalah musuh negeri kita… Jika kau sembarangan pergi ke sana, kita bisa dianggap mengisyaratkan perang.” Ayahku menasihatiku.
Oh, ya. Aku melupakan hal itu. Aku melihat sekelilingku. Pisau buah… Setelah melihatnya, aku mendapat ide. Aku mengambil pisau buah itu. Aku menarik napas dan mengembuskannya. Lalu, aku memotong rambutku, kali ini menjadi sangat pendek, sedikit lebih panjang di bawah telingaku. “Kalau begini, tidak akan apa-apa kan, Ayah? Aku juga akan menyamar dan menyiapkan nama palsu.”
Mereka terlihat kaget, tetapi langsung bisa menyesuaikan diri. “Lyonel… Kalau begitu, mulai sekarang, kau adalah Roy Blancmange, seorang petualang. Kau mengerti?” Ayahku memberitahuku.
“Lyonel… Bisakah kau menunggu hingga besok, jika kau mau berangkat? Ibu akan menyiapkan keperluanmu.” Beliau terlihat menahan tangisnya. “Ibu akan memberikan pedang kakekmu, Aqua Regia. Lyonku… Kau sudah dewasa…” Tangisnya pecah. Ayahku memeluknya, mencoba mendiamkannya.
Aku berlutut kembali. “Saya berterimakasih atas kebaikan Ayah dan Ibu. Sekarang, saya akan menyiapkan diri. Besok, saya akan berangkat ke Kekaisaran. Saya pasti akan menangkap pencuri itu dan merebut kembali Pusaka Kerajaan Aquafortia yang hilang, demi harga diri saya sebagai keturunan Aquafortia!”
˜ õ ™
Keesokan harinya…
Tak pernah kuduga, baju rakyat biasa ini begitu nyaman… Bahannya ringan dan menyerap keringat, tidak seperti pakaian Kerajaan yang berat dan sesak… Hari ini, aku memakai baju lengan panjang warna putih dengan lis hitam, dengan dua buah ikat pinggang untuk menaruh Aqua Regia serta celana panjang hitam dan sepatu bot sepanjang setengah kakiku hingga lutut.
Aku memeriksa kembali tas yang disiapkan ibuku. Kemarin, sambil menceritakan kembali kisah petualangannya dengan ayahku dan adik laki-lakinya, dia memasukkan segala macam barang ke dalam tas itu. Terpaksa aku mengurangi barang-barang yang kuanggap tidak perlu. Mereka—Ibuku, adik laki-lakinya, dan Ayahku, memang pernah kabur dari istana dan bertualang. Kurasa karena itulah mereka jadi dapat berpikiran terbuka dan mengizinkanku bertualang.
Oke. Aku dan tasku sudah siap. Aku pergi menuju gerbang istana. Di sana, ayahku, ibuku, serta beberapa pelayan dan prajurit pengawal Kerajaan menungguku. Aku tak melihat Cain… Apa dia masih kesal kepadaku? Ibuku membawa pedang kakekku beserta sarungnya. Beliau mendekatiku dan memelukku. Beliau lalu memberikan pedang itu, Aqua Regia, padaku. “Semoga pedang kakekmu ini akan melindungimu dari segala marabahaya.” Ibuku tersenyum padaku. Lagi-lagi kulihat ia menahan tangis.
Aku mendekati ayahku, lalu berlutut di hadapannya. Beliau berkata, “Lyonel Blanco Scarlet Aquafortia, Rojibianco, putra Aquafortia, bersediakah engkau bersumpah untuk selalu menjaga rahasia agung Kerajaan Aquafortia dengan nyawamu?” Beliau menggigit jari manis kanannya dan mengeluarkan sedikit darahnya.
“Saya bersumpah sebagai Rojibianco Aquafortia.” Aku melakukan hal yang sama dengannya, kemudian menempelkan jari manisku kepada jari manisnya. Kami pun mengucapkan sumpah suci dalam bahasa kuno dan mengikat diri kami dalam perjanjian.
Ayahku menyuruhku bangkit. Aku menurutinya. “Pergilah, Putra Aquafortia! Kembalikanlah harga dirimu! Semoga kau dapat menemukan yang ingin kau temukan!”
Dengan ini, dimulailah petualanganku sebagai Rion Blancmange, si petualang muda, dalam mencari Pusaka Kerajaan Aquafortia yang hilang…
˜ õ ™
Kembali ke masa kini.
Baiklah, akan kucoba untuk kembali ke toko roti tadi. Siapa tahu mereka mempunyai lowongan pekerjaan.
Aku kembali ke toko tempat aku hendak membeli roti tadi. Aku baru memperhatikannya, ternyata namanya ‘June Bakery and Cakery’. Aku bertemu si penjaga toko yang tadi bersungut-sungut di belakangku. Aku menceritakan masalahku. Dia pun memanggil manajer toko roti ini, seorang pria paruh baya berambut emas pendek dan berkumis panjang melengkung. Kelihatannya dia pembuat roti di toko ini, aku dapat melihat dari pakaiannya. Mereka akhirnya mengizinkanku untuk bekerja di toko mereka.
Aku pun berkenalan dengan si manajer toko dan penjaga toko. Pak manajer bernama Gilberto Oro, dan si penjaga toko bernama Jose Mario Diamante. Di luar dugaanku, ternyata mereka cukup baik. Pak Gilberto meminjamiku seragam pegawai toko dan menyuruhku berganti dengan seragam itu. Aku melakukan seperti yang dia katakan. Setelah aku berganti pakaian, Pak Jose memberiku kuliah singkat tentang ‘Seni Menjual Roti’. Agak aneh, sih, tips-tips yang beliau berikan, tetapi aku toh menghafalnya. Pak Gilberto lalu kembali ke belakang toko, sedangkan Pak Jose menyuruhku menggantikannya menjaga toko.
Setelah mereka pergi, aku terdiam sambil menciumi aroma roti. Hmm, mereka kelihatan enak… Sayang sekali aku tidak punya uang. Aku harus bersabar. Aku pun melihat-lihat roti sambil memegangi perutku yang lapar.
Kudengar bel berbunyi. Ternyata pintu toko roti ini dipasangi bel, ya? Jadi, kalau ada pembeli datang, penjaga toko bisa langsung tahu. Aku baru tahu, lho… “Permisi…” Dari suaranya sih, pembeli kali ini seorang wanita.
“Selamat datang! Silakan lihat-lihat dulu! Roti favorit di sini Roti Buaya rasa Durianl! Kami merekomendasikan juga roti-roti manis lainnya!” Kataku sambil tersenyum, mempraktikkan kata-kata yang diajarkan Pak Jose kepadaku.
Saat si calon pembeli muncul dari balik pintu, aku merasa kaget. Begitu pula si calon pembeli. Tidak mungkin! Gadis itu…
Gadis yang mencuri dompetku tadi!
B E R S A M B U N G . . .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar