Frequents

Sabtu, 12 Maret 2011

Pusaka yang Hilang - Bab I

Pusaka yang Hilang
Awal Petualangan
Sebuah karya Tacchan King

Cerita ini fiksi belaka.
SELAMAT MEMBACA!

Cain!” Kata kak Nick padaku. “Jangan pergi jauh-jauh ya, nanti kamu nyasar lo!”
“A-apaan sih!” Aku kesal juga dikatai begitu. “Aku tak akan tersesat! Aku ‘kan sudah besar! Sudah ah!” Aku pun berusaha meninju perutnya. Dia seperti sudah bisa membaca pikiranku, menahan tinjuku dengan tangannya. “Kak Nick menyebalkan! Kalau kak Lyon pasti akan membiarkanku meninjunya.”



Dia tertawa cukup keras. “Itu sih… karena dia bodoh. Lagipula, aku ini terkenal jahat pada anak kecil ‘kan!” Dia lalu seperti teringat sesuatu. “Ups. Sekarang nama kita Kyle dan Lex, ya? Aku lupa.”
Aku jadi tersadar. “Benar juga. Kak Lex, Kak Lex.. Dan aku Kyle...”
Dia lalu tersenyum padaku yang masih merasa kesal ini. “Sudah, pergi sana! Aku mau tidur dulu. Lusa kita harus berangkat lagi...” katanya.
Ya ampun. Karena terlalu kesal padanya, aku jadi melupakan tujuanku semula: Jalan-jalan keliling kota El Feia ini! “Kakak mau kubawakan oleh-oleh tidak?”
“Yah… aku akan sangat berterima kasih kalau kau mau membawakan wanita cantik untukku…” Dia pun tertawa lagi.
Aku sedikit bergidik saat mendengarnya. Lebih baik aku berangkat sekarang, deh.. “Ya sudah.. aku berangkat dulu ya!”
Aku pun berjalan mengitari kota El Feia. Kota yang tidak terlalu besar—tak seperti Barrshilda atau Angke di negeriku sih—tetapi sangat indah. Pepohonan banyak Terdapat di mana-mana, menjadikan tempat ini asri dan udaranya sangat segar. Langit terlihat begitu biru dan cerah, seakan-akan ingin menambah keindahan kota ini.
Tanpa sadar aku melangkahkan kakiku ke pusat perdagangan di kota ini. Aku sebenarnya sudah pernah kemari waktu aku pertama kali datang ke El Feia bersama kak Nick.
Ramai sekali di sini. Para pedagang terlihat bersemangat menjajakan dagangannya. Orang-orang lalu-lalang membawa berbagai barang. Kulihat anak-anak kecil bermain bola di sudut Jalan. Mereka terlihat begitu germbira. Aku agak iri pada mereka. Yah, soalnya dulu aku tidak bisa bermain dengan teman-teman seperti anak-anak itu.
Aku Caindine Emeraüde Stellar Aquafortia, pangeran kedua Kerajaan Aquafortia. Yah, orang-orang menyebutku begitu. Aku tak terlalu suka disebut begitu, sih sebenarnya.
Tahun ini aku berusia empat belas tahun. Ini pertama kalinya aku bepergian jauh sendirian. Eh, tidak sendirian juga sih, ‘kan ada kak Nick. Maksudku, biasanya ada  minimal tiga pengawal yang mengikutiku.. demi keamananku, katanya. Sungguh tidak bebas. Tetapi, sekarang berbeda. Aku benar-benar menikmati saat ini. Puas-puaskan deh, siapa tahu aku tidak bisa begini lagi nanti.
Sekarang, aku sedang berada dalam penyamaran. Jika orang-orang di sini mengetahui aku adalah pangeran Aquafortia, bisa gawat. Soalnya, hubungan Kerajaan Aquafortia dan Kekaisaran Arks sedang tidak begitu baik, sih. Gara-gara ayahku yang sudah membuat Kaisar Arks kesal.. yah, itu sih masalah politik yang tak akan kumengerti sekarang...
Mengapa aku berada di sini? Kita harus melihat dulu kejadian bulan lalu. Sebulan yang lalu, sebuah pusaka yang sangat berharga dari Kerajaan Aquafortia, Tongkat Naga Raja Langit, raib dari persemayamannya.
Menurut kakakku, Pusaka tersebut dicuri oleh orang misterius. Kakakku memang menyaksikan pencurian tersebut, namun dia tak bisa mencegahnya karena dia di’belenggu’ si pencuri itu. Kakakku juga mendengar bahwa pencuri itu akan pergi ke ‘Kekaisaran’. Satu hal lagi yang aneh, pencuri itu berkata hanya ingin meminjam Pusaka tersebut selama tiga bulan purnama, dan akan mengembalikannya lagi... Mana ada pencuri yang seperti itu, coba?
Merasa bersalah atas pencurian itu, kakakku meminta izin kepada Ayahanda dan Ibunda untuk mengejar pencuri itu dan merebut kembali pusaka Kerajaan kami. Mereka mengizinkannya, dan kakakku pun pergi meninggalkan istana.
Sepeninggal kakakku, aku merasa sangat kesepian di istana. Aku selalu membayangkan Kalau kakakku mengalami petualangan yang sangat menyenangkan di luar sana, sementara aku bagaikan burung di dalam sangkar emas di istana ini. Aku pun menyampaikan keinginanku untuk menyusul kakak kepada orangtuaku. Aku sudah khawatir kalau mereka akan menolak, tetapi, ternyata mereka mengizinkanku pergi! Aku senang sekali! Namun, mereka tidak mengizinkanku untuk pergi sendirian. Aku membayangkan diriku yang dikelilingi banyak pengawal seperti biasanya. Kalau seperti itu, lebih baik aku tidak usah pergi, deh! Khayalanku itu pun buyar saat ibuku memanggil kak Nick ke ruang singgasana.
Kak Nick—nama lengkapnya Nikolas Priszard—adalah anak dari sahabat Ayahanda dan Ibundaku. Dia juga sahabat kakakku—dan aku tentunya. Dia setahun lebih tua dari kakakku dan delapan tahun lebih tua dariku. Penampilannya cukup dewasa. Tubuhnya tinggi, tegap dan kekar. Dia mempunyai wajah yang tirus dan mata berwarna biru yang sayu dan teduh. Rambutnya panjang sepundak dan berwarna coklat. Hari ini, kak Nick mengenakan kemeja berwarna putih yang kancingnya terbuka cukup banyak hingga memperlihatkan dadanya yang bidang dan jaket kulit abu-abu tua yang mempunyai kerudung bulu. Rambutnya ia biarkan tergerai jatuh di jaketnya. Dia juga mengenakan celana panjang yang agak longgar dengan penuh kantong di sisi-sisinya. Di pinggangnya tergantung senjata kebanggaannya, pistol kembar Weiβ dan Schwärz. Tampak sepatu bot berwarna merah tua menghiasi kakinya.
“Yang Mulia memanggil hamba?” Sapanya kepada Ayahanda dan Ibundaku. Dia pun menuju singgasana. Lalu, saat sampai di singgasana, selayaknya seorang bangsawan, kak Nick pun berlutut dan mencium tangan Ibundaku.
Ibundaku pun berkata, “Sudah, sudah, Nick, bangunlah, tidak perlu formal seperti itu!”
“Hamba berterima kasih atas kebaikan hati Yang Mulia.” Kata kak Nick. Dia pun bangkit, lalu menuruni tangga singgasana dan berlutut di sampingku.
“Bagaimana kabar Bartholomeuz?” Ayahandaku bertanya padanya.
“Ayah hamba baik-baik saja, berkat doa Yang Mulia.” Jawabnya.
Nick. Ratu juga sudah berkata padamu, bukan. Tidak perlu bersikap formal seperti itu. Panggil saja kami seperti biasanya.”
“Terima kasih, paman Yuri dan bibi Clea.” Dia tersenyum. “Bolehkah saya tahu, mengapa saya dipanggil ke sini?”
“Ini sebenarnya rahasia. Tongkat Naga Raja Langit telah hilang.” Mendengar kata-kata Ayahandaku itu, para dayang dan pengawal kerajaan cukup gempar. “Tenang, semuanya! Apakah kalian sebegitu tidak sukanya mendengarkan aku berbicara?” Mereka pun diam setelah Ayahandaku berkata begitu. “Aku benar-benar berharap bahwa kalian akan menjaga rahasia tentang hilangnya pusaka itu dengan nyawa kalian. Jika ada satu orang saja yang membocorkannya… ia akan merasakan kekecawaanku.” Baru kali ini aku mendengar Ayahandaku berkata dengan nada seperti itu. Ia pasti sangat marah.
“Pusaka tersebut.. hilang?!” Kak Nick terlihat cukup terkejut. “Apakah itu benar, paman dan bibi?!”
“Yah.. kami tidak bisa berbuat apa-apa soal itu. Putra kami, Lyonel, telah pergi mencarinya. Kita hanya bisa berharap dia dapat membawanya kembali.” Ibundaku berkata. “Sekarang, putra kami yang satu lagi ini berniat menyusulnya. Kami harap, kau mau menemaninya dalam perjalanannya nanti. Kau bersedia, Nick?”
Kak Nick terdiam sejenak, kemudian, dengan penuh keyakinan, kak Nick menjawabnya, “Saya bersedia, paman dan bibi.”
Ayahandaku melambaikan tangannya, mengisyaratkan supaya kak Nick menghampirinya. “Kemarilah, Nick.” Katanya. Kak Nick pun menghampirinya. Ayahandaku berkata, “Nikolas Priszard, Crayzein, putra Priszard, bersediakah engkau bersumpah untuk menjaga putraku, Kyledine Emeraüde Stellar Aquafortia, dengan nyawamu?” kemudian, beliau menggigit jari manis tangan kirinya dan mengeluarkan sedikit darahnya.
Kak Nick melakukan hal yang sama dengan beliau lalu berkata, “Saya bersumpah dengan nama saya sebagai Crayzein Priszard.” Mereka lalu menempelkan jari-jari manis mereka dan mengucapkan kata-kata dalam bahasa kuno untuk mengikat diri mereka dalam perjanjian.
Ayahandaku kemudian memanggilku dan memintaku melakukan sumpah juga. “Caindine Emeraüde Stellar Aquafortia, Glensta, putra Aquafortia, bersediakah engkau  bersumpah untuk selalu menjaga rahasia agung Kerajaan Aquafortia dengan nyawamu?” sekarang Ayahandaku menggigit jari manis tangan kanannya.
Aku menjawabnya, “Saya bersumpah dengan nama saya sebagai Glensta Aquafortia.” Aku pun menggigit jari manis kananku dan menyentuhkannya pada jari Ayahandaku. Kemudian, kami pun mengikat diri dalam perjanjian.
“Sekarang pergilah, putra Priszard dan putra Aquafortia! Semoga dalam perjalanan kalian nanti kalian dapat menemukan apa yang ingin kalian temukan!” Ayahandaku bertuah kepada kami. Kemudian, dimulailah perjalanan kami berdua mencari pusaka yang hilang…

˜ õ

Kembali ke kota El Feia.
Bruk! Seseorang menabrakku. Aku sudah akan memarahinya jika tidak melihat wajahnya. Ternyata, yang menabrakku adalah seorang gadis yang sangat manis! Setelah menabrakku, dia terjatuh. Aku langsung menawarkan bantuan padanya.
“Kamu tidak apa-apa?” Aku mengulurkan tanganku. Dia menyambutnya. Ter-ternyata.. Tangannya halus sekali.
“Terima kasih. Maaf, saya telah menabrakmu.” Katanya.
Aku tersipu malu. “A-Akulah yang seharusnya minta maaf. Aku telah membuatmu jatuh..” Aku pun menariknya bangun.
“Maaf, saya harus buru-buru. Jika kamu tidak keberatan..” Katanya setelah bangkit.
“Ti-tidak sama sekali!” Aku menjawabnya. Dia pun beranjak pergi meninggalkanku. Aku memperhatikannya dari belakang. Gaya berjalannya.. anggun sekali! Padahal sepertinya dia seumuran denganku, tetapi pembawaannya bagaikan air yang tak beriak. Rambutnya.. warnanya..perak, kalau tidak salah. Dia memakai sebuah baret putih. Hanya itu yang sempat kuperhatikan darinya. Aduh, aku menyesal tidak menanyakan namanya dulu.
Kuperhatikan terus dirinya dari belakang. Ternyata, kali ini dia menabrak seorang pria kurus yang sangat tinggi. Kelihatannya, kali ini ia pun meminta maaf lagi. Tak kusangka, ternyata ia gadis yang sangat ceroboh!
Hei! Apa yang dilakukan pria itu padanya?! Apa dia tidak sadar?! Pria itu mengambil dompetnya! Pria itu kemudian diam-diam beranjak dari kerumunan orang. Aku harus mengejar pria itu!
Pria itu lalu berlari menuju daerah hutan di pinggiran kota. Aku mengejarnya dari atas pepohonan. Setelah dia sampai, dia mulai membuka dompet gadis itu. “Wah, tak kusangka isi dompet gadis seperti dia itu banyak sekali. Bisa untuk hidup sebulan, nih!” Katanya. Dia pun menghitung uang gadis itu.
Ini tak bisa dibiarkan! Aku harus melakukan sesuatu. Baiklah. “Wah, wah, sepertinya Anda senang sekali...” Aku berkata padanya dari atas pohon. Aku mencoba membuat suaraku seberat mungkin. Hal yang sulit dilakukan, mengingat suaraku belum berubah. Tetapi setidaknya aku mencoba.
“Siapa itu?!” Dia terlihat begitu kaget mendengar suaraku. Dia berusaha mencari asal suaraku, tetapi dia tidak dapat menemukannya. Bagus.
“Anda merasa senang bisa mendapatkan uang dari seorang gadis lemah?” Aku kembali berbicara padanya. Aku pun menciptakan pisau pendek dari Materia. Setelah empat pisau pendek terbentuk, aku melemparkannya pada pria itu. Sial, hanya satu yang tepat sasaran! Tetapi, yang satu itu berhasil mengenai dompet gadis itu, membuatnya tertancap di pohon.
Pria itu terlihat begitu ketakutan hanya dengan aksiku tadi. Dia pun berteriak, “Siapa kau sebenarnya?!” sambil terus mencari keberadaanku.
Sepertinya aku berhasil. “Yah.. aku ini.. MALAIKAT MAUT. Kalau mau, aku bisa mendatangkan api neraka untuk membakar Anda, lho. Mau?” Jawabku bercanda.
Dia terlihat semakin ketakutan. “Ma.. Maafkan aku! Aku belum mau mati! Aku akan meninggalkan benda itu di sini!” Dia pun mengambil langkah seribu setelahnya.
Setelah pria itu tidak terlihat lagi, aku mengambil dompet gadis itu. Dasar pencuri kacangan. Sekarang, aku tinggal mengembalikan dompet ini...

˜ õ

Sementara itu...
Aduh. Bagaimana ini? Dompetku hilang! Memang sih, uang itu bukan uangku.. tetapi.. aku lapar sekali.. saat aku baru ingin membayar makanan, aku baru sadar kalau uangku hilang..
Tanpa sadar, aku melangkahkan kakiku ke sebuah taman dan menghempaskan diriku di salah satu kursinya.
Denzel.. tolong aku, dong!
Padahal suasana taman ini begitu damai, sayang, ia tak mampu mendamaikan hatiku. Aku.. jadi ingin menangis, nih.. tetapi, tiba-tiba..
“Kamu nggak apa-apa?”
Suara itu mengagetkanku. Siapa itu? “Kamu nggak apa-apa?” Pemilik suara itu mengulangi kata-katanya. Ternyata, pemilik suara itu adalah seorang pria. Dia sangat tinggi—lebih tinggi dari ayahku, lho. Wajahnya cukup tampan, menurutku. Matanya berwarna hijau bagaikan zamrud yang bersinar. Rambutnya berwarna coklat. Rambutnya agak panjang, mungkin sekitar sebahu, dan dikuncirnya ekor kuda. Pakaiannya tidak bisa dibilang rapi, sih, tetapi cocok dengan dirinya—kemeja putih kusut yang kancingnya terbuka 3 buah dan celana pantalon hitam.
“Hoi! Nggak bisa ngomong, ya?!” Dia berkata sambil sedikit membentakku.
“Ma-maafkan saya!” Kaget, aku.
“Ma.. maafkan aku.. kamu nggak apa-apa, kan?” Lagi-lagi dia bertanya seperti itu padaku. “Kulihat, kamu sedang kesusahan..” Dia berkata kepadaku. “Maaf, aku terlambat memperkenalkan diri. Aku Alexander Snowe. Bolehkah aku tahu namamu, wahai gadis yang sedang kesusahan?” Dia berkata begitu dan mencium tanganku.
Ap-apa-apaan ini! Dia orang yang berbahaya! Aku berusaha menjauh dirinya. Namun, apa yang menahanku ini? Aku tak bisa kabur dari tempat ini! Rupanya, aku terlalu lapar untuk bergerak. Aku takut! “JANGAN! Jangan sakiti saya!” Aku berteriak kepadanya. Kontan saja aku menitikkan air mataku. Dan.. perutku berbunyi!

˜ õ

“Maaf.. saya jadi dibelikan makanan seperti ini..” Aku berkata kepada pria itu—Tuan Snowe. Setelah kejadian tadi, dia malah menarikku ke sebuah restoran.
“Nggak apa-apa, kok. Aku senang membelikan makanan untuk gadis manis sepertimu.” Jawabnya sambil tersenyum. “Sekarang, kau mau memperkenalkan dirimu?”
“Saya..” Aku agak ragu menyebutkan identitasku. Tetapi, dia sudah membelikanku makanan. Sepertinya sih dia orang baik. Kurasa aku harus berterima kasih padanya. “Saya Illya Zardiark. Senang berkenalan dengan Anda, Tuan Snowe.”
“Wah, wah, jangan memanggilku seperti itu, dong! Kesannya aku ini tua banget! Aku ini baru 20 tahun, lho! Panggil aku Lex saja, ya!” Dia lalu bertanya, “Boleh aku memanggilmu Illya?”
Aku menjawabnya, “Ya, terserah Lex saja..” sambil meneruskan makanku.
“Kak Lex! Katanya mau tidur! Malah asyik menggoda cewek rupanya!” Seseorang berteriak ke arah kami. Kira-kira, siapa dia? Aku mencoba mencari arah suara teriakan tadi.
Pandanganku terhenti saat aku melihat seseorang yang sepertinya sudah kukenal. Dia kelihatan terkejut saat melihat wajahku. Aku juga terkejut melihatnya. Bukankah dia anak yang kutabrak tadi?
“Kamu, kan..” Kami sama-sama berkata begitu.
Lex pun angkat bicara. “Wah, wah, kalian sudah saling kenal, rupanya! Ternyata kau sudah menggodanya duluan, Kyle!”
Ternyata namanya Kyle.. Dia pun membalas Lex, “Siapa yang menggodanya? Memangnya aku kak Lex? Tadi aku hanya menabraknya. Berkenalan saja belum!”
“Oh, jadi kamu ingin berkenalan dengan dia? Aku kenalkan, deh! Illya, ini Kyle. Kyle, ini Illya. Sudah, kan?” Lex menjawabnya dengan santai.
“Bukan itu maksudku, tahu!” Kyle terlihat sangat marah. “Aku akan..”
“Kau mau apa, Kyle sayang? Kau kira aku takut kepadamu?” Lex bangkit dari kursinya.
Ja-jangan bilang.. mereka ingin berkelahi! Jangan! “Hentikan!” Aku berteriak, berdiri dan merentangkan tanganku di antara mereka, berusaha memisahkan mereka. “Jangan berkelahi di depanku!”
Hening sejenak. Tiba-tiba..
“WAHAHAHAHA!” Lex tertawa keras sekali. Dia sampai terbungkuk-bungkuk. Orang-orang yang sedang makan di sekitar kami sampai menatapnya dengan heran. “Baru kali ini aku melihat gadis sepertimu!”
A.. apa yang lucu dariku! Aku benar-benar jadi bingung!
“Apa maksudmu, kak Lex?! Mengapa kau tertawa?” Kyle pun turut bertanya kepada Lex.
Lex berusaha menghentikan tawanya, yang ternyata sangat sulit dilakukannya. Setelah akhirnya ia bisa berhenti, ia berkata, “Sudah, sudah, nanti kujelaskan! Orang-orang melihat kita, tuh! Aku mau ke toilet dulu,ah!” Dia pun beranjak pergi ke toilet. Sebelum itu, dia membisikkan sesuatu ke telinga Kyle. “Semangat, ya!” Katanya setelahnya.
Aku dan Kyle pun saling berdiam diri. Bingung harus melakukan apa, akhirnya aku menarik kursiku dan duduk di atasnya lagi. Kyle lalu melakukan hal yang sama denganku. Setelah itu, Kyle terlihat merogoh sesuatu dari kantung celananya. “I-ini..” Katanya.
Ternyata dia membawa dompetku! Aku terkejut sekali. Aku mengambil dompetku dan berkata padanya, “Dompetku! Di mana kamu menemukannya?”
“.. Setelah aku menabrakmu, kau ditabrak seorang pria yang tinggi kurus, bukan?” Dia menjelaskan. “Pria itu mencopet dompetmu. Tadi aku berhasil mengejar pria itu dan mendapatkan dompetmu kembali. Periksa dulu isinya, siapa tahu ada yang hilang.”
“I-iya.” Aku pun melakukan seperti yang dikatakannya. Ternyata, isi dompetku tidak berkurang. Syukurlah! “Tidak ada yang hilang, kok. Terima kasih, ya.. Kyle, ya?”
“Aku.. Kyle Blancmange. Maaf, kakakku sudah merepotkanmu.”
“Aku Illya Zardiark.” Aku memperkenalkan diriku. “Lex sama sekali tidak merepotkanku, kok! Dia malah mentraktirku makan.”
“Syukur kalau begitu.” Dia tersenyum, manis sekali.
Teringat sesuatu, aku bertanya padanya. “Bukankah nama Lex itu ‘Snowe’? Namamu Blancmange, dan kau bilang ia kakakmu...”
Dia terlihat agak kaget, tetapi dengan cepat kembali tenang. “Dia kakak sepupuku.”
“Oh, begitu.” Aku mengangguk-angguk paham.
“Ngomong-ngomong, kak Lex lama sekali, ya..”
“Ya..” Kataku. Setelah itu, kami saling berdiam diri.

˜ õ

“Kyle.. Kau merindukanku?” Kak Nick mengagetkanku dari belakang.
“HUWAA!” Aku tersentak.
“Payah, kamu. Begitu saja kaget. Kamu cowok atau bukan?” Kak Nick meledekku.
“Aku..” Aku sudah akan membalas dan menghajarnya kalau saja Illya tidak mencegahku.
“Jangan berkelahi..” Illya menyuruhku. Aku sampai lupa kalau ada dia di sini.
“I-iya. Aku tidak akan berkelahi!” Tanpa sadar aku menyeringai padanya.
“Aih aih, Kyle. Manisnya!” Mulai lagi deh, kak Nick.
“A-apaan sih?!”
“Sudah, sudah. Jangan marah-marah terus, dong?” Dia menarik kursi di sebelahku dan mendudukinya. “Kamu mau makan, tidak? Aku yang traktir!”
“Terserah kak Lex, deh..” aku hanya bias pasrah.
Kak Nick tersenyum mendengar omonganku. “Pelayan!” Dia memanggil salah seorang pelayan restoran itu. “Aku ingin pesan…” Pelayan itu menyodorkan sebuah buku menu pada kak Lex. Kak Lex membacanya dengan cepat dan menyebutkan pesanannya. “2 porsi Spaghetti Ayam Lada Hitam dan 2 gelas Teh Lemon.”
Pelayan itu dengan sigap mencatat pesanan kak Nick. “Ada lagi, Tuan?” Ia menanyai kak Nick.
“Itu saja.” Jawab kak Nick.
“Silakan tunggu sebentar.” Kata pelayan itu. Pelayan itu pun beranjak dari meja kami dan membawa pesanan kak Nick ke dapur.
Setelah pelayan itu tidak terlihat lagi, kak Nick bertanya pada kami, “Nah.. Apa saja yang kalian bicarakan tadi?”, sambil menyeringai.
“Dan mengapa aku harus capek-capek memberitahu kakak?” jawabku.
“Kami hanya berkenalan dan membicarakan tentang dompetku ini, kok.” Tanpa kuduga, Illya menjawab pertanyaan itu.
"Kukira kalian membicarakan apa.." kak Nick berbisik kepadaku, "Kau mau kubantu supaya bisa dekat dengannya?" lalu dia tersenyum licik. Mendengar bisikannya tadi, aku merasa malu sekali. Kak Nick ternyata tahu! Untung saja pesanan kami sudah datang. Aku pun mengajak kak Nick makan dan menyuruh Illya menunggu kami selesai makan.

˜ õ

“Jadi.. Mengapa kak Lex tertawa tadi?" aku bertanya.
"Ah, tidak.. Hanya saja.. Tidak jadi ah!" kata kak Nick.
"Aku juga ingin tahu, mengapa Lex menertawaiku tadi.." Illya menimpaliku.
"Kalau tidak mau bilang, aku bilang ke ***, nih!" kataku mengancamnya.
Mendengarku mengatakan itu, kak Nick terlihat ketakutan. "Ja-jangan! Baik, baik! Aku katakan!" Dia menghela napas. "Nggak, baru kali ini aku melihat seorang gadis menghentikan perkelahian kita.. Kupikir, berani sekali dia.. Tanpa sadar aku jadi tertawa sendiri."
"Begitu saja?"
"Begitu saja."
"Memangnya apa yang kulakukan itu salah, ya?" Illya terlihat sangat kebingungan.
"Sudah, sudah, tak usah dipikirkan begitu! Tidak akan keluar dalam ujian di sekolah kok!" Akhirnya kak Nick berkata.

˜ õ

Setelah selesai makan, kami berjalan hingga sampai di sebuah jembatan. Kak Nick menyandarkan diri di pegangan jembatan itu. Kami mengikutinya. "Sebenarnya.. Kalau boleh tahu, untuk apa kau datang ke sini, Illya?" Kak Nick bertanya padanya. "Kau tidak kelihatan seperti orang daerah sini." Hah? Aku bahkan tidak menyadari itu. Ibu Kak Nick memang berasal dari Kekaisaran, sih, dan Kak Nick memang pernah tinggal di sini beberapa lama. Mungkin dia tahu hal itu dari pengalamannya.
"Ah.. Itu.." Illya tampak ragu-ragu menjawabnya.
Tiba-tiba.. Angin bertiup kencang sekali, menerbangkan topi yang dipakai Illya, memperlihatkan rambut perak yang sangat panjang dan indah.. Namun, tak disangka-sangka, Illya berlari meninggalkan kami!
"ILLYA!" kak Lex berteriak memanggilnya. "Mengapa kau lari?!" kak Nick pun bersiap mengejarnya. “Tunggu apa lagi, Kyle? Kita harus mengejarnya!”
“I, iya!” Aku menurutinya. Kami pun mengejar Illya.
"Sial! Di mana sih, dia!" kak Nick merutuk. "Gawat, sudah hampir gelap!"
"Mengapa memangnya?" aku agak bingung mendengar perkataannya.
".. Kudengar, saat malam di kota ini ada sekelompok penjahat yang mengincar gadis muda.. Bagaimana kalau mereka mengincar Illya?" kak Nick terlihat begitu serius. "Lagipula, ada kemungkinan kalau Illya itu.."
"Seorang Putri? Ya, aku juga menduga seperti itu."
"Apalagi setelah melihat rambutnya yang panjang keperakan. Aku pernah mendengar kalau Putri Arks dijuluki ‘Putri Perak’.." Namun, yang paling membuatku bingung adalah mengapa seorang putri sepertinya bisa berada jauh dari ibukota tanpa dikawal dan tanpa seorangpun mengetahuinya?
"Kita harus segera menemukannya, kalau begitu!" Aku dan Kak Nick segera berlari menuju kegelapan malam.

˜ õ

Sementara itu..
KETOPLAK, KETOPLAK.
Dari atas sebuah kereta kuda, terdengar samar-samar suara seorang pria muda, "Gadis ini manis juga, ya. Daripada dijual, lebih baik untukku saja, nih.."
"Jangan.." Gadis itu mengerang, "..Sentuh aku!" Dia berusaha melepaskan diri dari borgol yang mengikatnya, tetapi tidak bisa.
"Jangan sentuh dia, bodoh!" Terdengar lagi suara seorang pria. "Sebentar lagi kita sampai di gerbang kota. Kalau kau terus berisik, kubunuh kau!" Dia menghunuskan pedangnya ke arah si pria muda. "Lebih baik kau tutup mulutnya lagi!"
"I-iya," pria muda itu ketakutan mendengarnya, lalu dia pun melakukan apa yang dikatakan kepadanya kemudian duduk diam.

˜ õ

Aku dan Kak Nick terus berlari menuju perbatasan kota El Feia dengan hutan. “Kemungkinan besar mereka akan lewat sini kalau mau menjualnya.”
“Kak Ni.. Lex sangat tahu tentang hal seperti itu, ya?” Aku menanyainya, penasaran.
“Yah, sedikit mengumpulkan informasi. Pihak yang menguasai informasilah yang dapat memenangkan perang.” Katanya. “Ah! Aku melihat sesuatu di sana!” Ada sebuah kereta kuda. “Persis seperti informasi yang kudapatkan!”
Kak Nick lalu menembaki roda kereta itu. DOOOR! Kereta kuda itu pun kehilangan keseimbangan. Kuda-kuda yang menarik kereta pun mengamuk.
"Kyle!" kak Nick berkata padaku, "Giliranmu!"
"Baik!" aku pun melemparkan pisau pendek, memutuskan tali kekang kuda-kuda itu. Kuda-kuda itu lari meninggalkan keretanya.
"Nah, siapapun kalian yang ada di dalam," kak Nick berkata, "kami membajak kereta ini!"

˜ õ

"Anda tidak keberatan, kan, Pak Kusir?" kataku sambil menodongkan senjata kepadanya. Aku lalu menembaknya, tidak mengenainya meskipun tipis sekali.
Kusir kereta itu pun berteriak, "Tidak! Aku tidak mau mati!" Dia pun melarikan diri.
"Jika kalian masih sayang nyawa, lebih baik kalian cepat keluar dari sana!" Cain menimpaliku.
Kemudian, dua orang pria keluar dari sana. Yang satu seorang pria yang kelihatannya sudah cukup berumur, dan satunya lagi cukup muda.
"Siapa kalian?! Perampok?" Si pria tua berteriak padaku.
"Yah, tidak juga, sih" Kutodongkan senjataku padanya kali ini. Aku bertanya kepadanya, "Di mana gadis yang bersama kalian?"
"Gadis apa?! Kami hanya berdua naik di kereta itu!" si pria muda membantahku.
"Bohong!" Teriak Cain. "Kembalikan Illya!"
"Oh, jadi gadis itu namanya Illya.." kata si pria muda.
"Nah, bagaimana dengan itu, Tuan?" kataku pada si pria tua. "Aku benci sekali dibohongi!"
Si pria tua tersentak. "Dasar bodoh!" kata si pria tua sambil menjitak rekannya. "Kalau kalian menginginkan gadis itu, kalian harus merebutnya dari kami!" Dia pun mengajak rekannya untuk menyerang kami. Si pria tua bersenjatakan pedang sedangkan si pria muda menggunakan sebilah pisau.
"Cain. Aku akan menyerang mereka. Kau dukung aku dari belakang dengan Elemente!" Aku pun maju menyerang mereka.
"Roger!" Katanya.
Aku mencoba menembak si tua. Sial, dia menangkisnya dengan pedangnya! Aku memindahkan targetku ke si muda. Dia berkelit dari tembakanku. Gawat! Sekarang peluruku habis!
Rupanya si tua menyadarinya. "Kehabisan peluru nih?" Dia lalu mengayunkan pedang ke arahku. Aku menangkisnya dengan pistolku. Si muda mencoba menusukku. Aku menghindar, lalu menendangnya hingga jatuh.
Sementara itu, Cain merapal mantra: Dari Kedalaman Safir.. Aku memanggilmu, Pedang Air! Thousand Lancer!
"Kak Lex! Menghindar!" Dia memberitahuku. Aku pun melakukan seperti perkataannya.
Ribuan tombak air muncul di angkasa, lalu jatuh menghujani kedua pria itu. "UWAAAH!" Teriak mereka.
"Masih belum!" Kyle berkata, lalu merapal mantra lagi: O Roh-roh Alam yang Agung! Datanglah mendengar panggilanku! Indigenous! Kemudian dari dalam tanah tempat kedua pria itu berada, muncul sulur-sulur tanaman. Sulur-sulur itu kemudian mengikat mereka. Mereka pun pingsan.
"Kyle!"
"Aku mengerti!" Cain pun menuju kereta kuda itu. Dia mencari-cari di dalamnya. "Ada, kak Lex!"
"Bagaimana keadaannya?" Tanyaku.
"Dia tak apa-apa, dia hanya tertidur."
"Syukurlah.."
"Apa yang harus kita lakukan sekarang, kak Lex?"
"Saat ini.. Lebih baik kita membawanya ke penginapan kita.." Kataku memutuskan. "Sini, biar aku yang membawanya!"
"Baiklah." Dia pun menyerahkan Illya padaku.
"Ayo, Kyle. Kita kembali ke penginapan!"

˜ õ

Cahaya mentari pagi masuk melalui celah jendela yang tak tertutup, membuatku terbangun.
Ada di mana aku? Seingatku, aku tak ada di sini kemarin. Kasur yang kutiduri ini sangat empuk. Aku jadi tidak ingin bangun lagi..
Tunggu! Apa aku sudah dibawa pergi kedua penculik itu? Aku tidak boleh santai begini! Semoga saja mereka belum bangun.. Aku harus segera kabur!
Aku melihat sekelilingku.
Lho, ada dua orang pria di sini? Wajah mereka tidak asing lagi.. Kyle?! Lex?! Sebenarnya aku ada di mana?!
Kyle mulai membuka matanya. "Illya? Kamu sudah bangun? Syukurlah.."
"
Ky-Kyle?" Aku benar-benar merasa pusing, nih. "Itu benar-benar kau? Mengapa aku ada di sini? Di mana ini?" Aku memberondongnya dengan berbagai pertanyaan.
Kemudian dia menceritakan bagaimana mereka menyelamatkan dan membawaku ke sini.
"Terima kasih, Kyle. Aku benar-benar tertolong." Aku berkata kepadanya.
"Ah, bukan apa-apa kok.. Kak Lex juga menolongmu, kok.." Dia menjawabnya sambil tersipu malu.
"Ngomong-ngomong, Lex belum bangun?"
"Belum. Dia tidur seperti kerbau, tuh." katanya sambil menahan tawa. Lalu, seakan teringat sesuatu, wajahnya berubah menjadi serius. "Daripada itu, ada yang lebih penting. Apakah Anda.."
"Tuan Putri Cecillia Ethereal Platin Arks?" Tiba-tiba saja Lex sudah berdiri di belakangku.
"Lex?!" Dia mengejutkanku. "Apa maksudmu? Aku sama sekali bukan seorang putri!"
"Sayangnya, semua bukti mengarah ke sana. Mutiara tetaplah mutiara, meskipun ia berada di lumpur, Tuan Putri." kata Kyle.
Jadi mereka sudah tahu? ".. Kalau aku adalah Putri, kalian mau apa? Memulangkanku?" Aku berteriak padanya. "Aku tidak akan pulang sebelum bertemu dengannya!"
"Wah, wah, sepertinya dia salah sangka, Kyle." kata Lex.
"Kami sama sekali tidak berniat memulangkanmu." kata Kyle. "Kau tidak perlu khawatir, Illya."
"Kalian tidak akan melakukan itu?!"
"Yah, kami kan tidak punya wewenang untuk melakukan itu.."
"Benarkah? Padahal aku sudah mengira kalau kalian itu Ksatria yang dikirim ayahku.."
"Kami bukan Ksatria." kata Lex, "Mana mungkin ada Ksatria buluk seperti dia, nih?" sambil menunjuk Kyle.
"Kaak Lex! Kali ini aku akan benar-benar menghajarmu!" balas Kyle.
Melihat kelakuan mereka itu, aku tertawa. Namun, tiba-tiba aku merasakan air mataku meleleh. "Lho..? Mengapa aku..?"
"Kyle..!" Samar-samar kudengar Lex berkata.
Kyle pun memelukku. Aku menangis di pelukannya.

˜ õ

"Sudah tenang sekarang?" Lex menanyaiku.
"Iya. Terima kasih, Lex, Kyle. Maaf ya, bajumu jadi basah." kataku pada Kyle.
"Ti-tidak apa-apa." Kyle lalu berkata padaku, "Ada satu hal lagi yang ingin kutanyakan.."
"Mengapa seorang putri sepertimu berada di kota ini tanpa pengawalan?" Tanya Lex padaku.
"Ah, lagi-lagi kak Lex mendahuluiku. Jangan-jangan, kau pergi dari istana juga.." kata Kyle.
"Apa.. Juga?" Aku kaget mendengar perkataan Kyle. "Apa maksudmu..?!"

˜ õ

"Juga?" Illya terlihat terkejut. "Apa maksudmu, Kyle?!"
"Apa sih.. Memangnya anak bodoh ini bilang juga, ya.." kak Lex memasang tampang suci, "Apa kamu nggak salah dengar?"
"Aku tidak tuli!" jawab Illya.
"Ka-kami kan.." kataku. "..Hanya pengelana miskin biasa. Iya kan kak Lex?"
"Kamu benar sekali, Kyle.."
Melihat kelakuan kami seperti itu, Illya terlihat sangat kesal. "Kalian benar-benar menyebalkan..! Setelah aku memberitahu rahasiaku.." Dia memaki kami, "Terima kasih atas pertolongan kalian! Aku mau pergi sendiri saja!" Kulihat setitik air mata jatuh di pipinya. Dia pun pergi meninggalkan kami.
Sial! Wajah itu.. Aku tidak tahan! Seperti wajah ibuku yang sedang ngambek! Aku pun mengejarnya.
"Tu.. Tunggu, Illya!" Aku memanggilnya. "Ba-baik, akan kuberitahu!" kataku pasrah.
"Dasar. Semua orang di sini BODOH.." Kata kak Nick sambil geleng-geleng kepala.

˜ õ

"Kamu.. Kamu Pangeran Caindine Emeraüde Stellar Aquafortia!" Illya berteriak sambil menunjukku. "Kamu juga pergi tanpa pengawal!"
"I-Iya! Nggak usah teriak-teriak begitu, dong!" Aku memarahinya. "Kamu sendiri seorang Putri!"
"Orang-orang BODOH.." Kak Nick berkata sambil menghela napas. "Sudah, sudah, jangan berantem. Pusing aku mendengarnya!" Kak Nick akhirnya membuka jendela yang tadi sempat tertutup. Aku merasakan semilir angin yang sangat segar, seakan dapat mendinginkan kepalaku.
Kami bertiga pun terdiam, lama sekali.
"Illya.."
"Kyle.."
"Illya.. Sebenarnya aku.." Aku pun menceritakan padanya tentang pusaka yang hilang serta pencurinya yang kabur ke Kekaisaran.
"Apa katamu? Ada seorang pencuri bersembunyi di sini? Mengapa tidak bilang pada ayahku?" kata Illya.
"Di negeri kami saja, pencurian pusaka tersebut dirahasiakan. Bisa gawat kalau orang biasa tahu, katanya." kata kak Nick.
"Padahal kakakku yang sudah berangkat tidak ingin menarik perhatian. Aku malah membuat masalah di sini." Aku menghela napas. "Aku jadi merasa tidak berguna."
"'Kakak'? Bukankah kakakmu ada di sini?" Kata Illya sambil menunjuk Nick.
"Kalau kakaknya dia saja, kau pasti pernah mendengarnya, kan? Lyonel Blanco Scarlet Aquafortia. Apa aku terlihat seperti dia?" kata kak Nick, dia kelihatan cukup terhina.
"Tidak tahu juga, sih. Kalaupun aku pernah bertemu mereka, aku juga tidak mengingat wajah mereka."
"Nah, aku sudah menceritakan tentang diriku," Kataku, "sekarang giliranmu, Illya."
Dia terlihat berat untuk menceritakannya. Akhirnya aku pun duduk di kasur, menunggunya menyiapkan hati.
"Aku.. Datang ke kota ini untuk mencari seseorang. Kudengar, dia telah kembali ke mari." kata Illya akhirnya. "Karena sudah lama tidak kemari, aku jadi tersesat."
"Kalau boleh tahu, siapa orang itu?" aku bertanya padanya.
".. Hanya teman masa kecil biasa."
Kami bertiga pun terdiam lagi.

˜ õ

Sebuah penglihatan memasuki kepalaku. Di mana.. Aku?
Aku merasa seakan masuk ke suatu dimensi lain. Napas yang kukeluarkan terlihat berasap. Kedinginan menusuk tubuhku. Aku menginjak sesuatu yang lembut dan basah.
Samar-samar kudengar aliran air yang kencang. Di kejauhan, aku melihat cahaya. Cahaya itu ada di seberang sungai yang ada di depanku. Entah apa yang menarikku, aku memutuskan untuk menuju cahaya itu. Aku menyeberangi sungai itu. Aneh, airnya tak terasa dingin.
Aneh. Benar-benar aneh. Tapi ini pasti lagi-lagi hanya mimpi, bukan? Jadi lebih baik aku mengikuti arus saja.
“Jangan.”
Suara itu! Tidak mungkin! Aku sudah tidak mendengar suara itu selama sepuluh tahun... Aku lalu melihat ke belakang, dan aku melihat seseorang yang sudah sangat kukenal.
Aku masih ingat. Dia seperti yang terakhir kali kulihat sepuluh tahun yang lalu. Gadis berambu coklat muda pendek dan bermata coklat muda.
“Fil!” Aku berlari ke arahnya, tetapi saat aku sudah hampir mencapainya... Dia menghilang.
"Kak Lex! Kak Lex!" sebuah suara teriakan mengagetkanku.
".. Kyle."
"Kak Lex! Kak Lex!" katanya sambil mengguncang-guncangku dengan kencang.
".. Aku tidak apa-apa, Kyle." kataku sambil melepaskan tangannya.
Illya memegang tanganku. "Tadi kau pucat sekali. Tanganmu dingin. Dipanggil juga tidak menjawab."
Aku pun melepaskan tangannya. "Sudah kubilang, aku tidak apa-apa. Kau tidak perlu mengkhawatirkanku."
"Kalau Lex bilang begitu.."
"Apa yang terjadi?" tanya Kyle padaku.
“Nanti kuceritakan. Aku capek sekali, nih.”
"Maaf!" Tiba-tiba Illya menundukkan kepalanya. "Kemarin kamu pasti sangat capek untuk mencariku. Aku pasti membuatmu pusing, ya?"
Aku membelai kepalanya. Cain tampak cemburu melihatku. Dengan menggunakan isyarat yang hanya diketahui kami berdua, aku meminta maaf kepada Cain Dia tersenyum kecut, lalu membuang mukanya. "Aku bukan orang yang sebegitu lemahnya hingga perlu dikhawatirkan seperti itu, kok." Aku tersenyum pada Illya. "Dengan menyentuh Illya, aku pasti akan merasa lebih baik.."
"Kaaak Lex!!" Kyle berteriak padaku. "Kudiamkan malah ngelunjak!" Dia berkata sambil melindungi Illya.
Kulihat senyum di wajah Illya. "Berarti Lex sudah sembuh, ya, Kalau sudah bisa berkelahi seperti itu. Sepertinya aku bisa sedikit mengerti Lex." Dia pun menghela napas. "Sekarang, aku akan menceritakan semuanya."

˜ õ

"Aku akan menjelaskan semuanya." Illya berkata kepada kami. "Aku singgah di kota ini untuk menuju kota Patricia di selatan. Aku mencari teman masa kecilku. Kudengar, ia telah menjadi seorang Ksatria Suci. Aku ingin sekali menemui dan memberi selamat kepadanya."
"Kau pergi sejauh ini dari ibukota hanya untuk menemui orang itu?" aku bertanya padanya. "Dia pasti orang yang sangat penting, ya?" Mukanya bersemu merah. Ah, aku sudah bisa menebak siapa orang itu. Aku pun menepuk kepala Cain dan berkata, "Sayang sekali, Kyle!"
Cain hanya melongo melihatku.Kadang aku berpikir dia itu bodoh atau pintar... Aku tersenyum padanya.
"Illya. Mau ke mana selanjutnya?" Aku menanyai Illya
"Tentu saja ke kota Patricia." Jawabnya.
"Bagus kalau begitu." Aku tersenyum kepada mereka. "Kyle, bagaimana kalau kita jalan-jalan ke kota Patricia dulu?"
Cain mengernyitkan dahinya, terlihat bingung. Illya pun menampakkan ekspresi yang sama. "Hah?" kata Cain.
“Siapa tahu kakakmu ada di sana? Kita juga selama ini mencari tanpa arah, jadi tidak apa-apa, bukan?” Kulihat Cain mengangguk pelan. Sepertinya dia menyerahkan semuanya padaku yang lebih mengenal daerah ini.
Aku lalu menoleh kepada Illya. "Illya, apakah kau keberatan jika kami menemanimu pergi ke Patricia?"
"Sa, sama sekali tidak!" Dia menjawabku.
"Baiklah kalau begitu. Semua sudah ditetapkan." Bak seorang pemimpin, aku berkata kepada mereka, "Kyle! Illya! Mari kita pergi ke kota Patricia~!"

B E R S A M B U N G . . .

Tidak ada komentar: