Tak berapa lama, Mint dan Fil keluar dari kobaran api yang membakar rumahnya. Fil tampak mendekap erat sebuah buku tebal bersampul coklat dengan lis emas.
Aku meminta Nick menahan Seed sementara aku menghampiri Fil. "Dia tidak apa-apa. Hanya sedikit luka bakar." Kata Mint. Begitu melihatku, Fil langsung menangis dan berlari ke arahku. Yang bisa kulakukan hanyalah memeluk dan menenangkannya.
= o =
Begitu Fil sudah tenang, dan rumahnya sudah terbakar habis, aku memutuskan untuk menginterogasi Seed. Nick sudah mengikatnya di pohon terdekat dari tempat kami. Aku bisa melihat wajahnya memar dan berdarah. Sepertinya Nick sudah melakukan sesuatu yang ingin kulakukan sebelumnya tapi tak bisa. Mint hanya bisa mengawasi Seed dari jauh, wajahnya tampak sedih.
"Aku tak tahu kenapa, sejak tadi saat kutanyai dia tak mau menjawab. Saat kuancam akan membunuhnya, dia malah tertawa. Dan yang paling menyebalkan, dia selalu tersenyum seperti itu." Nick menunjuk ke arah Seed.
"Kenapa? Dia anak buah Kakak, 'kan? Kenapa Kakak melakukan hal seperti itu?!" Fil akhirnya bicara.
Kalau dipikir-pikir, tadi juga dia berkata 'hanya menjalankan perintah'... Tetapi apa kakaknya Fil sudah gila, masa dia menyuruh orang membakar rumahnya sendiri?
"HA-HA-HA-HA-HA-HA-HA!" Tiba-tiba Seed tertawa lagi. Kami semua sampai terkejut.
"Kau!" Aku sudah akan menghajarnya kalau saja tidak dihalangi Mint.
"Kumohon! Dia sudah cukup dipukuli Nick tadi! Biar aku yang bicara padanya!" Kata Mint sambil memegangi tanganku.
"Nick, bagaimana?"
Nick mempersilakan kami melakukannya. Sepertinya dia juga sudah bingung apa yang harus dilakukan agar Seed bicara.
"Tolong serahkan padaku." Kata Mint. Dia lalu berlari ke arah Seed dan mulai menanyainya. Tak berapa lama kemudian, dia kembali. "Dia hanya berkata kalau itu perintah atasannya... Dan dia hanya menjalankan perintah. Dia sendiri tidak mempertanyakan arti perintah tersebut."
Ukh, lagi-lagi...!
"Dan katanya dia tertawa karena mengira atasannya pasti sudah gila. Dia bilang bahkan dia tidak tahu apa yang ada di pikiran atasannya itu."
Oh, kita tidak perlu mendengar itu.
"Ah!" Nick berteriak. "Tidak mungkin! Aku sudah mengikatnya dengan sangat kencang tadi!"
Rupanya Seed sudah melepaskan diri dari ikatannya. Dia bangkit lalu membersihkan debu di pakaiannya. "Kalian sudah selesai berdiskusi?"
Nick langsugn mengeluarkan pistolnya. Aku dan Cain juga mengeluarkan senjataku. Mint juga, meski dia agak ragu-ragu.
"Yah, setidaknya tujuan sekunderku tercapai. Meski nanti pada akhirnya aku juga akan dihukum, sih. Aku sudah puas bermain sebagai tawanan." Katanya. "Tenang saja, aku tidak akan mencoba membawa Nona Fil lagi. Setidaknya untuk saat ini."
Cain melemparkan pisau ke arah Seed, yang ditangkap dengan sebelah tangannya. "Setidaknya izinkan aku pergi dari sini dengan tenang. Aku 'kan sudah menyerah?"
"Memangnya kau pikir yang kau perbuat bisa dimaafkan?!" Fil meneriakinya. "Kau menghancurkan rumah orangtuaku!"
"Yah, itu perintah orang itu, sih. Aku akan melakukan apa saja demi dia." Balas Seed.
"Maksudmu, Kakakku yang memerintahkanmu membakar rumahku?"
Seed tersenyum sebelum menjawabnya, "Tentu saja. Siapa lagi?" Dia lalu melempar sesuatu ke tanah, dan di sekitar kami jadi penuh asap. Kami semua terbatuk-batuk. Terdengar suara tembakan. Nick sepertinya mencoba menembaki Seed. Saat asap tersebut hilang, Seed sudah tidak ada di sana.
"Sial!" Geram Nick.
"Kakak, apa yang harus kita lakukan? Sudah hampir malam..." Kata Cain. Kami terlalu sibuk mencoba mengorek informasi dari Seed, hingga lupa bahwa kami berada di tengah hutan tanpa tempat untuk berteduh malam ini.
B E R S A M B U N G . . .